Oleh Abd Aziz
Cuaca di sekitar Kota Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pagi itu, terasa
begitu panas, meski jarum jam masih menunjukkan pukul 10.00 WIB. Maklum,
saat kemarau, suhu panas bumi meningkat, ditambah lagi, selama empat
bulan terakhir memang tidak pernah turun sama sekali.
Lalu lalang serta kepulan asap kendaraan bermotor yang melintas di
sepanjang jalan protokol kota itu, seolah menjadi pelengkap kondisi yang
kurang bersahabat itu. Entah sampai kapan kondisi seperti itu, akan
terus berlangsung.
Yang jelas, suasana kurang nyaman,
sangat terasa. Beberapa pengendara sepeda motor banyak yang memilih
untuk berteduh di bawah pepohonan di alun-alun kota untuk membeli
minuman dan buah-buahan yang banyak dijual oleh pedagang asongan di
wilayah itu.
Di tengah situasi yang tidak nyaman itu,
tiba-tiba terlihat dua orang pria kejar-kejaran dari arah barat
alun-alun Kota Bangkalan. Seorang mengendarai sepeda motor lengkap
dengan helmnya, dan seorang lagi berjalan kaki.
Pengendara sepeda motor itu mengejar seorang laki-laki yang berlari
kencang di depannya, dengan wajah nampak ketakutan. Tapi sang pengendara
sepeda motor, nampak tidak peduli dengan orang yang dikejarnya, bahkan
semakin kencang menarik gas sepeda motornya.
Sampai di
depan sebuah toko grosir di Jalan A Yani, pria yang dikejar itu
tiba-tiba terjatuh. Saat itu juga sang pengendara sepeda motor langsung
menghentikan kendaraannya sembari mencabut sebilah celurit yang
diselipkan di pinggangnya dan langsung membacokkan ke tubuh pria itu.
Aksi pembacokan di tempat umum ini, sontak membuat histeris
ibu-ibu yang berbelanja di toko itu. Namun sang pelaku seolah tidak
peduli, dan terus mengayunkan celuritnya ke tubuh korban.
Layaknya, adegan film aksi laga di layar lebar, pelaku tidak peduli
dengan lingkungan sekelilingnya. Sebagian warga bahkan sempat
mengabadikan aksi pembacokan oleh pria pengendara sepeda motor tersebut
melalui telepon selulernya.
"Saat membacok korban, si pelaku tetap menggunakan helmnya," ucap warga setempat, Sulaiman.
Saat pertama kali dibacok, korban berupaya kabur, namun
tubuhnya yang telah terluka sudah membuat tidak kuat berlari, sehingga
pelaku kembali menyabetkan celuritnya
"Si pelaku ini baru
berhenti setelah korban tidak berdaya dan tubuhnya roboh dan saat itu
juga ada seorang TNI yang melintas dan langsung menghentikan aksi
pembacokan itu," tutur Sulaiman.
Meski warga banyak yang
melihat, tetapi tak satupun diantara mereka berani untuk menghentikan
aksi itu, karena khawatir akan menjadi sasaran amuk dari pelaku yang
sedang kalap.
Setelah membacok korban, pelaku selanjutnya menyerahkan diri ke kantor polisi, yakni ke Mapolres Bangkalan.
Berdasarkan hasil identifikasi petugas, pelaku diketahui bernama
Udin bin Sanu berumur 31 tahun, warga Dusun Leben, Kelurahan Bancaran,
Kecamatan Kota Bangkalan, sedangkan korban pembacokan bernama Fandi
(23) warga Desa Lebek, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan.
Pelaku merupakan nelayan, sedangkan korban kesehariannya bekerja sebagai
sopir angkutan umum. Korban menderita luka bacok di bagian tangan,
leher, wajah dan punggung.
"Kondisinya kritis dan telah dirawat di RSUD Bangkalan," tukas Kasat Reskrim Polres Bangkalan AKP Andi Purnomo.
Hubungan Asmara
Aksi nekat Udin membacok Fandi di tempat umum di sekitar alun-alun
Kota Bangkalan ini, lantaran dipicu oleh ulah korban yang sering
menggoda istrinya, "I".
Pelaku mencurigai benih-benih
asmara telah tertanam antara keduanya dan itu dilakukan saat dirinya
sedang berlayar. Entah benar atau tidak kecurigaan si Udin ini, yang
jelas, perbincangan hubungan keduanya telah banyak dipergunjingkan para
tetangga.
Fandi sering kepergok warga merayu istri Udin
di tempat-tempat umum, bahkan pada suatu ketika pernah diketahui famili
Udin. "Ini yang membuat saya tidak terima," tuturnya kepada tim penyidik
Polres Bangkalan.
Menurut Kasat Reskrim Andi Purnomo,
pelaku memang belum pernah mengetahui langsung hubungan asmara antara
istrinya dengan Fandi, namun perbincangan tetangga dan keluarganya,
telah membakar api amarah dirinya untuk membunuh pria yang dianggap
telah menodai "pagar ayu" rumah tangganya itu.
"Pelaku
ini baru tiga hari pulang berlayar dan mendengar isu istrinya sering
digoda, ia langsung menyantroni, korban yang bekerja sebagai sopir MPU,"
kata Andi Purnomo.
Pada Senin (27/10), pelaku melihat
korban sedang mencari penumpang di utara alun-alun Kota Bangkalan,
sehingga ia langsung mengejarnya membacok korban dengan celurit.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu, polisi menjerat
pelaku dengan Pasal 353 ayat 1 dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) tentang Penganiayaan Terencana dengan ancaman 7 tahun hukuman
penjara.
Kasus penganiayaan dengan motif asmara dan
mengganggu istri orang lain sebagaimana menimpa korban bernama Fandi
ini, memang sering terjadi, baik di Bangkalan ataupun di tiga kabupaten
lain di Pulau Madura, seperti Sampang, Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
Secara umum, motif dendam akibat selingkuh, atau mengganggu
istri orang lain yang selama ini terjadi di Madura, menjadi faktor utama
terjadinya pembunuhan, selain rebutan harta warisan dan faktor salah
paham.
"Sebab bagi sebagian orang Madura, menganggu
perempuan yang sudah berkeluarga adalah sama dengan menganggu kehormatan
rumah tangga, dan mempertahannya dianggap sebuah keharusan seperti
mempertaruhkan harga diri," kilah Kasat Reskrim Andi Purnomo
menjelaskan.
Sebenarnya, menganggu ketenangan rumah
tangga orang merupakan pelanggaran hukum. Namun tidak berarti
penyelesaian atas pelanggaran itu juga diselesaikan dengan cara
melanggar hukum, seperti membunuh pelaku pelanggaran hukum itu sendiri.
Budayawan Madura Iskandar menilai kasus asmara terlarang, atau
mengganggu keluarga orang lain sering berakhir di ujung celurit, karena
itu jelas mengganggu "pagar ayu" orang lain dan menyangkut harga diri.
Apalagi, sampai saat ini, sebagian orang Madura, masih memegang
teguh prinsip "lebih baik putih tulang daripada putih mata" yang artinya
lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup menanggung malu.
"Prinsip ini memang bukan mutlak kebenaran, tapi masyarakat juga
harus mencoba menghargai harga diri orang lain agar kehidupan menjadi
harmonis," katanya.
Terlepas dari itu, ia pun setuju
dengan pendapat Kasat Reskrim Polres Bangkalan bahwa penyelesaian atas
pelanggaran harus dilakukan dengan cara yang benar, bukan dilakukan
dengan melakukan pelanggaran pula. (Antara Jatim)
Posting Komentar